Sumber: http://regional.kompasiana.com/2011/09/17/mentoring-agama-islam-pertanda-kiamat/
Jum’at, 23 agustus 2011
Mentoring Agama Islam, Pertanda
Kiamat?
Biasanya,
setiap awal tahun ajaran baru banyak lembaga perguruan tinggi mengadakan
kegiatan mentoring sebagai tambahan dari mata kuliah pendidikan
agama. Sebagai contoh dalam hal ini adalah Pendidikan Agama Islam. Jika dalam
perkuliahan resmi setiap mata kuliah dibimbing oleh dosen, maka dalam kegiatan mentoring
yang akan menjadi pembimbingnya adalah mahasiswa senior. Bisa dikatakan
kegiatan mentoring ini seperti sebuah kelompok diskusi. Tentu saja,
kegiatan mentoring paralel dengan mata kuliah pendidikan agama dalam hal
penilaian.
Sekilas
memang tampak bahwa kegiatan ini tidak lain hanyalah kebaikan dan mengandung
manfaat yang banyak. Bagaimana tidak, kegiatan diskusi keislaman ini dengan
tiga materi pokoknya; mengenal Allah, mengenal Rasul, dan mengenal Islam,
mencoba kembali menanamkan nilai-nilai spiritual yang semakin tercerabut dari
dada kemanusiaan masyarakat dunia modern. Sangat terbatasnya jumlah beban mata
kuliah pendidikan agama dalam kurikulum pendidikan perguruan tinggi—hanya 3 SKS
untuk strata Sarjana—maka kegiatan mentoring diharapkan mampu lebih
menarik minat dan memantapkan rasa keberagamaan mahasiswa.
Namun
keislaman itu pula yang menjadi pokok permasalahannya. Bukan dengan arti
masalahnya karena materi keislaman itu, tetapi lebih kepada elemen-elemen
penggerak kegiatan Mentoring Agama Islam ini. Sejarah telah membuktikan dan
kita yang hidup di zaman ini pun telah menyaksikan dan merasakan secara
langsung dampak buruk dari pengamalan yang keliru oleh beberapa pemeluk Islam
dikarenakan kedangkalan dan kacaunya pemahaman mereka atas ajaran Islam,
berakibat negatif pada citra Islam secara global.
Mentor
sebagai penggerak utama mentoring sangat tidak layak mengelola sebuah
kelompok diskusi keislaman. Sebab para mentor ini sama sekali tidak menguasai
dasar keilmuan Islam. Jika dasar keilmuan Islam seperti; ilmu bahasa Arab, ilmu
Alquran, ilmu Sunah, ilmu Akidah, ilmu Usul Fikih dan Fikih, serta Akhlak
tidak dikuasai secara baik dan benar, Islam seperti apakah yang akan
didiskusikan dan dibahas oleh mentor ini dalam kelompok mentoring
itu? Entah dengan motif apa sehingga setiap tahun ada saja sosok-sosok tidak
layak yang dipaksa dan memaksakan diri untuk menjadi mentor.
Dari
sini dapat pula kita lihat betapa kacau balaunya lembaga yang bertanggung jawab
atas kegiatan mentoring ini. Para mentor yang sangat tidak layak tadi
sebenarnya telah melalui seleksi dari lembaga ini. Tidak jelas juga apa dan
bagaimana prosesi seleksi itu sehingga para mentor yang lulus seleksi dalam
keadaan demikian tidak layak. Bahkan dalam salah satu pertemuan para mentor
dengan para dosen pembimbing agama Islam suatu universitas disebutkan bahwa
tidak penting lagi membahas apa itu akidah, karena itu adalah kajian lama yang
tidak perlu diulang-ulang. Begitu pula dengan rukun iman. Yang terpenting
adalah bagaimana praktik berakidah dan beriman yang benar.
Padahal,
semestinya sebuah diskusi keislaman itu lebih berkonsentrasi bagaimana
memahamkan Islam yang benar. Sehingga dengan demikian, dari pemahaman yang
benar maka muncullah pribadi-pribadi islami yang mengamalkan Islam sesuai
dengan tuntunan, bukan beramal berdasarkan asumsi keislaman. Bagaimana mungkin
seseorang itu dapat mengamalkan Islam dengan benar, jika ia tidak punya ilmu
(pengetahuan) yang memadai atas Islam itu sendiri. Sebagai contoh, bagaimana
mungkin mengharapkan seseorang dapat melakukan praktik salat dengan benar, jika
ia sama sekali tidak tahu ilmu tentang salat, seperti yang dicontohkan Nabi?
Sedangkan ajaran Islam itu tidak sekadar tentang salat saja. Inilah contoh
sederhana tentang pentingnya ilmu sebelum beramal. Karena begitu pentingnya
kedudukan ilmu ini, Bukhari membuat bab tersendiri dalam Shahiih-nya,
bab “Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat.”
Jika
demikian adanya, apakah sebenarnya hakikat kegiatan mentoring ini?
Apakah tujuan yang sebenarnya ingin dicapai? Ataukah ada maksud-maksud
tersembunyi yang coba disusupkan melalui kegiatan mentoring? Namun, yang
jelas sejauh ini elemen-elemen penggerak kegiatan mentoring bukanlah
orang-orang yang ahli, dalam hal ini tentang Islam. Suatu ketika Nabi pernah
ditanya oleh seseorang tentang kapan datangnya kiamat, maka beliau pun
bersabda, “Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.”
Orang tersebut kembali bertanya, “Bagaimana caranya amanah disia-siakan?”
Beliau menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya,
maka tunggulah kiamat.”