Totalitas Berkarya Bersama Dakwah

Majelis Taklim Al-Kahfi

Totalitas Berkarya Bersama Dakwah

Majelis Taklim Al-Kahfi

Totalitas Berkarya Bersama Dakwah

Majelis Taklim Al-Kahfi

Sabtu, 16 April 2011

Bukti dan Tanda Cinta Rasul

Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan semuanya mengaku ingin mencintainya, namun tidak semua pengakuan cinta dianggap benar dan tidak semua keinginan baik itu baik. Oleh karena itu diperlukan bukti dan tanda yang dapat dijadikan standar kebenaran pengakuan cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , sebab bila pengakuan tidak dibuktikan dengan bukti, maka tentulah banyak orang membuat kerusakan dan keonaran dengan pengakuan-pengakuan dusta, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ رِجَالٍ وَأَمْوَالَهُمْ رواه البخاري و مسلم
Seandainya manusia diberikan semua pengakuannya tentulah banyak orang yang menuntut darah dan harta orang lain. HR  Al Bukhari, kitab Tafsier Al Qur’an no. 1487 dan Muslim kitab Al Aqdhiyah, Bab Al Yamien ‘Ala Al Muda’I no. 3228
Cinta RasulullahKarena itu, wajib atas setiap muslim mengetahu bukti dan tanda kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengamalkan serta merealisasikannya dalam kehidupan sehari-harinya. Sebab bukti dan tanda-tanda tersebut menunjukkan kecintaannya yang hakiki sehingga semakin banyak memiliki bukti dan tanda tersebut maka semakin tinggi dan sempurna kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diantara bukti dan tanda-tanda tersebut adalah:
1. Mencontoh dan menjalankan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam .
Mencontoh, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berjalan diatas manhaj beliau serta berpegang teguh dan mengikuti seluruh pernyataan dan perbuatan beliau adalah awal tanda cinta Rasul sehingga orang yang benar mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara lahiriyah dan batiniyah serta selalu menyesuaikan perkataan dan perbuatannya dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Anas bin Malik, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ فَافْعَلْ ثُمَّ قَالَ لِي يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: Wahai anakkku, jika kamu mampu pada pagi sampai sore hari tida ada dihatimu sifat berkhiyanat pada seorangpun maka perbuatlah. Kemudian beliau n berkata kepadaku lagi: Wahai anakku! Itu termasuk sunnahku dan siapa yang menghidupkan sunnahku maka ia telah mencintaiku dan siapa yang telah mencintaiku maka aku bersamanya disyurga. HR Al Tirmidzi, kitab Al Ilmu, Bab Ma jaa Fil Akhdzi bissunnah Wajtinaab Al Bida’ no. 2678
Orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang semangat berpegang teguh dan menghidupkan sunnah dan itu diwujudkan dengan mengamalkan sunnahnya, melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya dalam pernyataan dan perbuatan serta mendahulukan itu semua dari hawa nafsu dan kelezatannya sebagaimana firman Allah :
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah:”Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah:24)
Menghidupkan sunnah dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam setiap langkah kehidupannya adalah bukti kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana juga menjadi bukti kecintaan kepada Allah. Allah berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah:”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran: 31)
Berdasarkan hal ini, kecintaan kepada Allah dan RasulNya menuntut konsekwensi mengamalkan hal-hal yang dicintai dan menjauhi yang dilarang dan dibenci dan tidak mungkin ada orang yang mencintai Rasulnya adalah orang yang tidak mau mengikuti sunnahnya atau bahkan melakukan kebid’ahan dengan sengaja.
2. Banyak ingat dan menyebutnya, karena orang yang mencintai sesuatu tentu akan memperbanyak ingat dan menyebutnya dan senantiasa ingat kepadanya merupakan sebab sinambungnya kecintaan dan pertumbuhannya.
3. Menyampaikan sholawat dan salam kepada beliau untuk mengamalkan firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QSAl-Ahzaab:56)
Dan hadits Nabi yang berbunyi :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَهَبَ ثُلُثَا اللَّيْلِ قَامَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا اللَّهَ اذْكُرُوا اللَّهَ جَاءَتْ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ قَالَ أُبَيٌّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُكْثِرُ الصَّلَاةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلَاتِي فَقَالَ مَا شِئْتَ قَالَ قُلْتُ الرُّبُعَ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ النِّصْفَ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ صَلَاتِي كُلَّهَا قَالَ إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu bila berlalu dua pertiga malam, beliau bangun dan berkata: Wahai sekalian manusia berdzikirlah kepada Allah, berdzikirlah kepada Allah. Pasti datang tiupan sangkakala pertama yang diikuti dengan yang kedua, datang kematian dengan kengeriannya, datang kematian dengan kengeriannya. Ubai berkata: Aku berkata: Wahai Rasululloh aku memperbanyak sholawat untukmu, berapa banyak aku bersholawat untukmu? Beliau menjawab: Sesukamu. Lalu Ubai berkata lagi: aku berkata: seperempat. Beliau berkata: terserah, tapi kalau kamu tambah maka itu lebih baik. Aku berkata: setengah. Beliau menjawab lagi: terserah, tapi kalau kamu tambah maka lebih baik bagimu. Maka aku berkata lagi: kalau begitu dua pertiga. Beliau menjawab: Terserah, kalau kamu tambah maka lebih baik bagimu. Lalu akau berkata: Saya jadikan seluruh (do’aku) adalah sholawat untukmu. Maka Rasululloh menjawab: Kalau begitu (sholawat) itu mencukupkan keinginamu (dunia dan akherat) dan Allah akan mengampuni dosamu. HR Al Tirmidzi , kitab Sifat Al Qiyaamh no. 2457 dan Syeikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shohihah (no.954) menyatakan: Sanadnya hasan karena perbedaan ulama yang terkenal tentang Ibnu Uqail.
Ibnu Al Qayyim rahimahullah menyatakan: Syeikh kami Abul Abas Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang tafsir hadits ini, beliau menjawab: Ubai waktu itu memiliki doa yang digunakan untuk dirinya sendiri, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: Apakah ia menjadikan seperempat do’anya untuk bersholawat untuk beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau n berkata lagi: jika kamu tambah maka itu lebih baik bagimu. Ia menjawab: separuhnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: jika kamu tambah maka itu lebih baik bagimu. Sampai kemudian menyatakan: aku jadikan doaku semuanya untuk sholawat untukmu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: kalau begitu itu mencukupkan kamu dari semua keinginanmu dan Allah mengampuni dosamu. Hal ini karena orang yang bersholawat satu kali untuk Nabi n akan mendapatkan sholawat dari Allah sepuluh kali dan siapa yang mendapat sholawat Allah maka tentunya akan dapat mencukupi semua keinginannya dan diampuni dosanya, inilah pengertia ucapan beliau. (Lihat: Jala’ Al AFhaam fi Fadhli Al Sholat Wa Al Salam ‘Ala Khoiril Anam, Ibnul Qayyim, tahqiq Zaid bin Ahmad Al Nasyiri, cetakan pertama tahun 1425H Dar ‘Alam Al Fawaaid, hal 76.)
4. Menyebut keutamaan dan kekhususan serta sifat, akhlak dam prilaku utama yang Allah berikan kepada beliau, juga mu’jizat serta bukti kenabian untuk mengenal kedudukan dan martabat beliau n serta untuk mencontoh sifat dan akhlak beliau. Demikian juga untuk mengenalkan orang lain dan mengingatkan mereka tentang hal itu agar mereka semakin iman dan bertambah kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menyebutkan faedah yang didapat dari Sholawat untuk Nabi n menyatakan: Seorang ketika memperbanyak menyebut kekasihnya, mengingatnya dihati dan mengingat kebaikan-kebaikan dan factor-faktor yang menumbuhkan perasaan cinta kepadanya maka semakin berlipat ganda kecintaannya kepada kekasihnya tersebut dan bertambah rindu kepadanya serta menguasai seluruh hatinya. Apabila ia tidak sama sekali menyebutnya dan tidak mengingatnya dan mengingat kebaikan-kebaikan sang kekasih dihatinya maka akan berkurang rasa cinta dihatinya. Memang tidak ada yang dapat menyenangkannya lebih dari melihat kekasihnya tersebut dan tidak juga ada yang menyejukkan hatinya lebih dari menyebut dan mengingat sang kekasih dan kebaikan-kebaikannya. Apabila kuat hal ini dihatinya maka lisannya langsung akan memuji dan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya hal ini sesuai dengan bertambah dan berkurangnya rasa cinta dihatinya dan indera kita menjadi saksi kebenaran hal itu.
5. Bersikap sopan santun dan beradab dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam baik dalam menyebut nama atau memanggilnya, sebab Allah berfirman:
لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. AnNuur: 63)
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan: Adab tertinggi terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah menerima penuh, tunduk patuh kepada perintahnya dan menerima beritanya dengan penuh penerimaan dan pembenaran tanpa ada penentangan dengan khayalan batil yang dinamakan ma’qul (masuk akal), syubhat, keraguan atau mendahulukan pendapat para intelektual dan kotoran pemikiran mereka, sehingga hany berhukum dan menerima, tunduk dan taat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
6. Berharap melihat beliau dan rindu berjumpa dengannya walaupun harus membayarnya dengan harta dan keluarga. Tanda kecintaan ini dijelaskan langsung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau:
مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ
Diantara umatku yang paling mencintaiku adalah orang-orang yang hidup setelahku, salah seorang dari mereka sangat ingin melihatku walaupun menebus dengan keluarga dan harta. HR Muslim, kitab Al Jannah wa Shifat Na’imiha Wqa Ahliha, Bab Fiman Yawaddu Ru’yat Al Nabi Biahlihi wa malihi. No. 5060
Demikian juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ فِي يَدِهِ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أَحَدِكُمْ يَوْمٌ وَلَا يَرَانِي ثُمَّ لَأَنْ يَرَانِي أَحَبُّ إِلَيْهِ مَنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ
Demi Dzat yang jiwa Muhammad ditanganNya (Allah), pasti akan datang pada salah seorang dari kalian satu waktu dan ia tidak melihatku, kemudian melihat aku lebih ia cintai dari keluarga dan hartanya. HR Muslim, kitab Al Fadhoil, bab Fadhlu Al Nadzor Ila Nabi n wa Tamanihi no. 4359.
7. Nasehat untuk Allah, kitabNya, RasulNya dan pemimpin kaum muslimin serta umumnya kaum muslimin.
8. Belajar Al Qur’an, sinambung membacanya dan memahami maknanya. Demikian juga belajar sunnahnya, mengajarkannya dan mencintai ahlinya (ahlu sunnah). Imam Al Qadhi Iyaad rahimahullah menyatakan: Diantara tanda-tanda mencintai rasululloh adalah mencintai Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dan beliau mengambil petunjuk dan menunjuki (manusia) dengannya serta berakhlak dengannya sehingga A’isyah menyatakan:
إِنَّ خُلُقُ نِبِيِّ الله كَانَ القُرْآن
Sesungguhnya Akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Al Qur’an. HR Muslim, kitab Sholat Al Musafirin, Bab Jaami’ sholat Al Lail no.1233
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Janganlah seseorang menanyakan untuk dirinya kecuali Al Qur’an, apabila ia mencintai Al Qur’an maka ia mencintai Allah dan RasulNya”. (lihat: Huquq Al Nabi 1/343)
9. Mencintai orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam cintai, diantaranya:
a. Ahli baitnya (kerabat)
Imam Al Baihaqi rahimahullah berkata: “Dan masuk dalam lingkupan kecintaan kepada beliau n adalah mencintai ahli bait”.(lihat: Syu’abil Iman, Al Baihaqi 1/282) Sedangkan Ibn Taimiyah rahimahullah menyatakan: “Diantara ushul ahlus Sunnah wal Jama’ah , mereka mencintai ahli bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberikan loyalitas pada mereka serta menjaga wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang mereka.” (lihat: Majmu’ fatawa 3/407)
Kemudian beliau rahimahullah menyatakan: Ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki hak-hak yang wajib dipelihara, karena Allah menjadikan untuk mereka hak dalam Al Khumus, Al fei’ dan memerintahkan bersholawat untuk mereka bersama sholawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . lalu mendefinisikan ahli bait dengan menyatakan: Ahli bait Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang diharamkan mengambil shodaqah, demikian pendapat imam Al Syaafi’I dan Ahmad bin Hambal serta yang lainnya dari para ulama.
b. Para istri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah menjaga keutamaan dan hak-hak mereka dan meyakini mereka tidak sama seperti para wanita lainnya, sebab Allah telah membedakannya dalam firmanNya:
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, (QS. Al Ahzab: 32)
Dan menjadikannya sebagai ibu kaum mukminin dalam firmanNya:
وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
Dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. (QS. Al Ahzaab: 6)
Demikian juga menjadikan pengharaman menikahi mereka setelah wafat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai hari kiamat dalam firmanNya:
وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (QS. Al Ahzaab: 53)
Sehingga wajib bagi kita menjaga hak-hak mereka setelah mereka wafat, bersholawat untuk mereka bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memohonkan ampunan bagi mereka serta menjelaskan pujian dan keutamaan mereka.
c. Para sahabat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam .
Imam Al Baihaqi rahimahullah menyatakan: Masuk dalam kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah cinta kepada para sahabat beliau, karena Allah telah memuji mereka dalam firmanNya:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Fath:29) dan firman Allah:
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al-Fath:18).
Kemudian beliau rahimahullah menyatakan: “Apabila mereka (para sahabat) telah mendapatkan kedudukan ini, maka mereka memiliki hak dari jamaah muslimin untuk mencintai mereka dan mendekatkan diri kepada Allah dengan kecintaan kepada mereka, karena Allah apabila meridhoi seorang maka Dia mencintainya dan wajib atas seorang hamba untuk mencintai orang yang Allah cintai.” (Lihat: Syu’abil Iman Al Baihaqi 1/287)
Umat islam wajib mencintai sahabat, meridhoi mereka dan mendo’akan kebaikan untuk mereka, sebagaimana Allah perintahkan dalam firmanNya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang”. (QS. Al-Hashr:10)
Imam Al Baihaqi rahimahullah menyatakan: “Apabila telah jelas bahwa mencintai sahabat termasuk iman, maka mencintai mereka bermakna meyakini dan mengakui keutamaan-kutamaan mereka, mengetahui setiap mereka memiliki hak yang harus ditunaikan dan setiap yang perhatian kepada islam diperhatikan serta yang memiliki kedudukan khusus pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditempatkan pada kedudukannya dan menyebarkan kebaikan-kebaikan mereka serta mendoakan kebaikan untuk mereka dan mencontoh semua yang ada dalam permasalahan agama dari mereka. Tidak boleh mencari-cari kesalahan dan ketergelinciran mereka.” (lihat: Syu’abul Iman hal 297)
Sedangkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Al Aqidah Al Wasithiyah menyatakan: “Diantara ushul (pokok ajaran) Ahlu Sunnah Wal Jamaah adalah selamat hati dan lisan mereka dari mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana disifatkan Allah dalam firmanNya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:”Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang. (QS. Al-Hashr:10) dan mentaati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَ الَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Janganlah kalian mencela para sahabatku, demi Allah seandainya salah seorang kalian berinfaq emas sebesar gunung uhud, tidak akan menyamai satu mud mereka dan tidak pula separuhnya.
Mereka (ahlu sunnah) menerima keutamaan-keutamaan dan martabat-martabat mereka yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah serta ijma. Mereka juga mendahulukan orang yang berinfaq dan berperang sebelum Al fathu –perjanjian Hudaibiyah- atas orang yang berinfaq dan berperang setelah itu dan mendahulukan para muhajirin atas anshor serta beriman bahwa Allah telah berfirman kepada orang yang ikut serta perang Badar dan jumlah mereka tigaratus sekian belas orang: (Berbuatlah sesuka hati kalian, karena kalian sungguh telah diampuni). (Juga beriman) bahwa tidak ada seorangpun yang berbaiat dibawah pohon (bai’at ridwan) yang masuk neraka, bahkan Allah telah meridhoi mereka dan mereka ridhi kepada Allah dan jumlah mereka lebih dari seribu empat ratus orang. Mereka (ahlu sunnah) bersaksi bahwa orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam persaksikan sebagai ahli syurga seperti sepuluh orang yang dijanjikan masuk syurga (Al ‘Asyarah), Tsabit bin Qais bin Syammas dan sahabat-sahabat lainnya dan beriman dengan pernyataan Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dan yang lainnya yang telah dinukil secara mutawatir bahwa sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar kemudian Umar dan menetapkan yang ketiga adalah Utsman dan yang keempat adalah Ali sebagaimana disebutkan dalam atsar dan para sahabat bersepakat mendahulukan Utsman dalam Bai’at dengan adanya sebagian ahlu sunnah pernah berselisih tentang Utsman dan Ali setelah kesepakatan mereka mendahulukan Abu bakar dan Umar, siapakah dari keduanya yang lebih utama? Sebagian orang mencahulukan Utsman dan diam atau menetapkan keempat adalah Ali dan sebagian lainnya mendahulukan Ali serta sebagian yang lainnya diam tidak bersikap. Namun perkara kaum muslimin telah tetap mendahulukan Utsman kemudian Ali, walaupun maslah ini –yaitu masalah Utsman dan Ali- bukan termasuk pokok dasar (ushul) yang digunakan untuk menghukumi sesat orang yang menyelisihinya menurut mayoritas Ahlu Sunnah. Akan tetapi yang digunakan untuk memvonis sesat adalah masalah kekhilafahannya. Hal itu karena kholifah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Abu bakar kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali. Siapa yang mencela kekhilafahan salah seorang dari mereka ini maka ia lebih sesat dari keledai. (Lihat: Majmu’ Fatawa 3/152-153 atau Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah Min Kalami Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, Kholid bin Abdullah Al Mushlih, cetakan pertama tahun 1421 H, Dar Ibnul Jauzi hal. 177-184).
9. Membenci orang yang Allah dan RasulNya benci, memusuhi orang yang memusuhi Allah dan rasulNya, menjauhi orang yang menyelelisihi sunnahnya dan berbuat kebid’ahan dalam agama dan merasa berat atas semua perkara yang menyelisihi syari’at. Allah berfirman:
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (QS. Al-Mujaadilah: 22)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Seorang mukmin wajib memusuhi karena Allah dan berloyalitas karena Allah. Apabila disana ada Mukmin maka wajib memberikan loyalotas kepadanya –walaupun ia berbuat dzolim- karena kedzoliman tidak memutus loyalitas iman, Allah berfirman:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya.Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujuraat: 9-10)
Allah sebutkan persaudaraan walaupun terjadi peperangan dan perbuatan aniaya dan memerintahkan perdamaian diantara mereka. Sehingga diwajibkan memberikan loyalitas kepada mukmin walaupun ia mendzolimimu dan berbuat aniaya padamu sedangkan orang kafir wajib dimusuhi walaupun memberimu dan berbuat baik padamu. Hal ini karena Allah telah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab suci agar agama ini semua untukNya, sehingga cinta, pemuliaan dan pahala untuk para waliNya sedangkan kebencian, kehinaan dan siksaan untuk para musuhNya. Apabila berkumpul pada seseorang kebaikan, keburukan dan kefajiran, ketaatan dan kemaksiatan, sunnah dan bid’ah, maka berhak mendapatkan loyalitas dan pahala sesuai dengan kebaikan yang dimilikinya dan berhak mendapatkan permusuhan dan siksaan sesuai dengan keburukan yang dimilikinya. Sebab berkumpul pada satu orang tersebut factor yang menghasilkan pemuliaan dan penghinaan, lalu berkumpul ini dan itu, seperti maling (pencuri) yang fakir dipotong tangannya karena mencuri dan diberi dari baitulmal sesuatu yang mencukupi kebutuhannya. Ini adalah dasar pokok (asal) yang disepakati Ahlu Sunnah wal jama’ah. (Lihat: Majmu’ Fatawa 27/208-209).
Demikianlah sebagian tanda dan bukti penting kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan dan merealisasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Wabillahi taufiq.
(Sebagian besar materi makalah ini diambil dari kitab Huquq Al Nabi ‘Ala Umatihi Fi Dhu’il Kitab Was Sunnah, DR Muhammad Kholifah Al Tamimi, cetakan pertama tahun 1418 H, Penerbit Adwaa’ Al Salaf)
Penulis: Kholid Syamhudi Lc /http://www.alquran-sunnah.com/artikel/aqidah/530-bukti-dan-tanda-cinta-rasul.html

Minggu, 10 April 2011

Wasiat Hasan Al-Banna; Jika Anda Ingin Menjalin Hubungan Dengan Allah, Perbaharuilah Taubat


Kita panjatkan puji syukur ke hadhirat Allah swt. Kita ucapkan shalawat & salam utk junjungan kita Nabi Muhammad, segenap keluarga & sahabatnya, serta siapa saja yg menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.
Ikhwan yg mulia…
Saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari Allah, yg baik & diberkahi:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Saya ingin agar Sentuhan Hati Hari  ini senantiasa dapat membuka pembicaraan & mengambil intisarinya pd awal kajian.

Ikhwan sekalian.
Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu terdapat segumpal daging, jika ia baik maka seluruh jasad akan baik & jika ia rusak maka seluruh jasad juga akan rusak. Ketahuilah, itu adalah hati.
Kita tdk ingin merampas hak hati kita utk memperoleh sentuhan yg mulia, yaitu sentuhan cinta & persaudaraan karena Allah, yg ditumbuhkembangkan di dalam hati oleh acara ini & oleh pertemuan yg tulus semacam ini, satu malam dalam sepekan. Karena itu, saya tetap ingin memberikan hak sentuhan ini pd malam yg mulia ini, yg kedatangannya sangat saya nantikan lantaran saya berbahagia melihat & berbicara kepada Anda semua.
Sebagaimana yg pernah & selalu saya katakan, juga yg saya harapkan agar Anda ketahui, Ikhwan sekalian, janganlah Anda membatasi manfaat pertemuan ini hanya dg menyerap berbagai hakikat keilmuan yg Anda pelajari / ungkapan indah yg Anda hafalkan. Tetapi hendaklah Anda semua ingat bahwa ada nilai lain yg lebih tinggi & lebih luhur, yaitu adanya santapan utk ruhani kita, kedekatan antar kita, serta kebahagiaan kita oleh perjumpaan di jalan Allah & karena Allah ini.
Di samping itu, cinta & persaudaraan, yg merupakan bekal bagi orang-orang lemah, kekayaan bagi orang-orang miskin, serta kebahagiaan bagi orang-orang yg menderita. Pada malam Rabu ini, sebagaimana antusiasme kita utk memperoleh manfaat pengetahuan, kita juga harus antusias utk memperoleh kekuatan ruhani & kebahagiaan jiwa yg terus akan dicurahkan ke dalam jiwa & disiramkan ke dalam ruhani oleh perjumpaan yg tdk diniatkan selain utk mencari ridha Allah swt. & tolong-menolong dalam kebajikan & ketaqwaan. Kita memohon kepada Allah swt. agar menjadikannya sebagai sikap cinta yg tulus, semata-mata karena mencari ridha-Nya, serta bermanfaat di dunia & di akhirat. Sesungguhnya Dia adalah sebaik-baik Pemimpin & Penolong.
Ikhwan yg mulia…
Ada semacam perasaan baru yg ditimbulkan oleh Sentuhan Hati Hari Selasa di dalam jiwa saya pd malam ini, yaitu menerawangnya pikiran & perasaan saya secara bersamaan ke bukit Shafa. Saya mulai merasakan hal ini utk pertama kali ketika saya berdiri melaksanakan shalat maghrib pd malam hari ini. Saya hadapkan pandangan kepada para Ikhwan. Saya melihat ke belakang utk merapikan shaf & menjalankan sunah ini, karena Rasulullah saw. tdk pernah bertakbir utk melaksanakan shalat kecuali setelah melihat barisan yg ada di belakangnya. Kadang-kadang beliau meluruskan shaf sendiri & kadang-kadang beliau menyuruh orang utk meluruskan shaf-shaf tersebut. Beliau pernah bersabda:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ وَحَاذُوا بَيْنَ مَنَاكِبِكُمْ وَلِينُوا فِي أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ
“Luruskanlah shafmu, luruskanlah telapak kaki dg telapak kaki & pundak dg pundak. Dan bersikaplah lunak terhadap tangan saudara-saudaramu. ” 2(Ahmad)
Saya berdiri & memandangi para Ikhwan. Pandangan inilah yg membawa pikiran & perasaan saya kepada peristiwa di tengah bukit Shafa, ketika Rasulullah saw. utk pertama kali dalam sejarah dakwah berkumpul bersama beberapa orang pilihan yg terdiri dari berbagai usia & berasal dari berbagai tempat. Di antara mereka ada yg masih anak-anak, ada yg tua, ada yg muda, ada yg kaya, ada yg miskin, ada tokoh terkenal, ada orang yg tdk terkenal, ada cerdik pandai & terdidik, ada yg ummi & buta huruf, ada yg berstatus budak & ada yg berstatus sebagai orang merdeka. Secara keseluruhan jumlah mereka bisa dihitung dg jari & tdk lebih dari seratus orang. Beliau saw. berkumpul bersama orang-orang pilihan ini di tengah-tengah bukit Shafa, menyirami mereka dg semangat spiritual beliau, menuntun mereka membaca kitab Allah yg agung, & mendiktekan ayat-ayat Allah. Dari mereka itulah beliau membangun umat yg baru, dg dakwah baru & utk dunia baru. Demi Allah, wahai Ikhwan, hampir saja saya lupa bertakbir dalam shalat karena hampir larut membayangkan peristiwa itu. Saya lantas memendam bayangan dalam diri saya. Sekarang kesempatan berdiri di hadapan Anda semua, saya manfaatkan utk menyampaikan perasaan yg terpendam itu. Tidak mungkinkah kelompok yg ada ini menjadi pelanjut dari kelompok dahulu itu? Tidak mungkinkah Anda menyampaikan dakwah baru utk membentuk sebuah kelompok baru yg menjadi fondasi bagi berdirinya sebuah dunia baru?
Rasulullah saw. bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ
“Akan tetap ada sekelompok umatku yg muncul di atas kebenaran, yg tdk akan menjumpai bahaya dari siapa pun yg memusuhi mereka.” 2(Muslim)
Dalam sebuah atsar juga disebutkan:
“Kebaikan akan ada pd diriku & pd umatku hingga hari kiamat”.2
Saya mengidamkan dari Anda semua menjadi sebagaimana kelompok pilihan yg ada di hadapan Rasulullah saw. ketika itu, yg dimulai dari anak usia 9 tahun hingga orang dewasa berusia 40 tahun. Di dalamnya terhimpun orang miskin yg kebutuhan sehari-harinya tdk terpenuhi & orang kaya yg rezkinya dilapangkan oleh Allah. Persatuan kelompok ini bertumpu pd seseorang, bukan yg paling berpangkat, yg paling banyak keluarganya, / yg paling memiliki berbagai perangkat hidup, tetapi pd seorang laki-laki dari kalangan mereka.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yg diwahyukan kepadaku, “Bahwa sesungguhnya Tuhan kalian itu adalah Tuhan Yang Esa.”2 (Al-Kahfi: 110)
Mereka bersatu di sekeliling Nabi saw. Apa yg dicita-citakannya? Apa yg dipikirkannya? Apa yg diinginkannya? Sampai sejauh manakah cita-cita kelompok yg mengadakan pertemuan & pembicaraan secara sembunyi-sembunyi ini? Apakah yg diinginkan oleh orang-orang itu? Mereka ingin menanamkan paradigma baru dalam pemikiran masyarakat, menegakkan dunia baru di muka bumi ini, & menyusun bangunan baru dari struktur masyarakat, serta menyambung hubungan antara langit & bumi.
Kelompok kecil yg terpisah dari masyarakat ini ingin memberikan tatanan & nilai-nilai kemanusiaan yg baru kepada umat manusia, dg izin Allah. Tak lama kemudian kelompok ini berhasil memancangkan panji-panji Allah di bumi, menyatukan hati manusia pd Tuhan manusia, menumbuhkan perasaan baru dalam hati, meletakkan kitab baru di hadapan umat manusia, & menciptakan generasi teladan di tengah-tengah manusia, yg berhak mendapatkan sifat & Allah swt.
“Kamu adalah sebaik-baik umat yg dilahirkan utk manusia.”2 (Ali Imran: 110)
Setelah dg penghayatan jiwa, saya mengkhayalkan kelompok pertama yg merupakan pilar dakwah Rasulullah saw. di tengah-tengah bukit Shafa ini & saya dapati bahwa faktor utama yg menjadi landasan tegaknya dakwah tersebut dalam jiwa kelompok ini ada tiga. Seandainya ketiga hal itu berhasil terwujud di dalam diri kita sebagaimana yg telah terwujud dalam diri mereka, niscaya kita akan dibawa melangkah di jalan kemuliaan & kemenangan, sebagaimana yg telah terjadi pd mereka.
Pertama adalah unsur keimanan yg sempurna.2
Keimanan inilah yg membersihkan mereka dari keinginan apa pun selain dakwah. Mereka telah mendengarkan seruan:
“Maka segeralah kembali kepada Allah.” 2(Adz-Dzariyat: 50)
Mereka menjadikan La ilaha Mallah sebagai slogan, pd saat yg sama mencampakkan slogan selainnya. Orang-orang musyrik berada dalam kesesatan, karena mereka mempertuhan selain Allah. Orang-orang Persia berada dalam kesesatan karena mereka mengabdi kepada nafsu & syahwat. Ahli Kitab berada dalam kesesatan karena mereka menjadikan para pendeta & orang-orang alim mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah.
Bumi ini secara keseluruhan berputar di atas poros kesesatan, karena tdk mendapatkan petunjuk & tdk mengambil cahaya dari Allah. Sedangkan mereka berada di atas kebenaran yg nyata karena mereka telah menghindari penyembahan kepada berhala & hawa nafsu serta menyerahkan seluruh pengabdian kepada Allah. Mereka tdk beribadah kecuali kepada Allah, tdk patuh kecuali kepada Allah, tdk bergantung kecuali kepada Allah, tdk memohon kecuali kepada Allah, & tdk merasakan kebahagiaan kecuali karena berdekatan dg Allah. Mereka tdk merasa menderita kecuali oleh dosa yg menjauhkan dari Allah.
Semua itu merupakan faktor pertama yg menyatukan hati mereka, karena mereka tdk berafiliasi kepada si Fulan / si Fulan. “Bapakku Islam, tdk ada bapak selainnya bagiku. Ketika orang-orang berbangga dg Qais & Tamim Mereka tahu bahwa bumi ini milik Allah yg diwariskan kepada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yg dikehendaki-Nya & bahwa kesudahan yg baik akan diperoleh orang-orang yg bertaqwa. Segala perbedaan yg biasanya mencabik kelompok-kelompok & menjauhkan hati seseorang dari yg lainnya, musnah, lantaran mereka telah diwarnai dg sibghah2 (celupan) Allah.
“Sibghah Allah, & siapakah yg lebih baik sibghah-njz daripada Allah?”2 (Al-Baqarah: 138)
Kedua, unsur cinta, kesatuan hati, & keterpautan jiwa.2
Faktor apalagi yg bisa menjadikan mereka berselisih? Apakah mereka akan berselisih gara-gara kenikmatan dunia yg fana ataukah karena perbedaan gaji, tugas, & status, sedangkan mereka mengetahui bahwa,
“Sesungguhnya yg paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yg paling bertaqwa.”2 (Al-Hujurat: 13)
Jadi tdk ada faktor-faktor yg mengakibatkan mereka terpecah belah. Mereka bersatu & bersaudara, yg satu tdk menghinakan yg lain, tetapi masing-masing mencintai saudaranya dg sepenuh kecintaan, kecintaan yg mencapai tingkatan itsar2 (mengutamakan orang lain).
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yg mereka berikan itu).”2 (Al-Hasyr: 9)
Mereka juga senantiasa menghayati firman Allah:
“Katakanlah, ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yg kalian usahakan, perniagaan yg kalian khawatiri kerugiannya, & rumah-rumah tempat tinggal yg kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah & Rasul-Nya & (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan- Nya.’ Dan Allah tdk memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”2 (At-Taubah: 24)
Ketiga, adalah unsur pengorbanan. 2
Mereka telah paham semua ini, sehingga rela memberikan apa saja utk Allah, sampai-sampai ada di antara mereka yg merasa keberatan mengambil ghanimah yg telah dihalalkan oleh Allah utk mereka.
“Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yg telah kalian ambil itu, sebagai makanan yg halal lagi baik.”2 (Al-Anfal: 69)
Terhadap hal ini pun mereka merasa keberatan & menghindari. Mereka meninggalkannya karena mengharapkan pahala dari Allah swt. agar amal mereka tdk dikotori oleh ambisi pribadi.
Ketiga unsur ini, yaitu keimanan yg membersihkan diri mereka dari pikiran apa pun selain ma’rifatullah & ukhuwah yg mengikat hati mereka sehingga seakan-akan menyatu, & pengorbanan yg mendorong mereka utk memberikan jiwa & harta dalam rangka menggapai ridha Allah, yg menyebabkan mereka tampil dalam profil seperti ini.
Faktor-faktor inilah yg telah mengeluarkan sekelompok manusia tersebut dari kehinaan kepada kemuliaan, dari perpecahan kepada persatuan, & dari kebodohan kepada ilmu. Mereka adalah pemberi petunjuk bagi umat manusia & calon-calon pengantin di surga.
Perasaan ini, Ikhwan sekalian, meluap di dalam diri saya ketika saya berdiri melihat Anda semua dalam shaf, & ketika berdiri berceramah di hadapan Anda semua. Saya memohon kepada Allah agar menjadikan kita sebagai pengganti-pengganti mereka, agar kita memurnikan iman kita kepada Allah, agar Dia menjadikan kita orang-orang yg bercinta karena Allah, bersatu di atas kalimat-Nya, sebagaimana mereka telah bersatu & memberikan sesuatu utk menggapai ridha Allah.
Ya Allah, kami menginginkan yg demikian itu; maka jadikanlah kami, ya Allah, demikian.
Salah seorang akh sepekan yg lalu mengusulkan sebuah tema kepada saya. Barangkali dalam kondisi seperti ini, banyak yg mengharapkan saya menyampaikan ceramah dg tema yg jauh dari apa yg akan saya bicarakan kepada Anda semua sekarang. Tetapi, sebenarnya saya mempunyai anggapan bahwa pembicaraan ini sangat dekat dg keadaan kita sekarang.
“Sesungguhnya mereka melihatnya jauh, tetapi kita melihatnya dekat.”2 (Al-Ma’arij: 6-7)
Seorang akh pernah membisikkan ke telinga saya pd akhir kajian yg lalu, “Berbicaralah kepada kami tentang taubat.” Ia lantas pergi meninggalkanku. Tiba-dba ada akh lain berbisik pula, “Ingatkan kami kepada Allah, karena dosa-dosa kami sudah banyak.” Datang orang ketiga yg berbisik, “Insya Allah, pembicaraan kita pd pekan mendatang adalah ‘kita berpikir tentang taubat kita.’” Sedangkan Akh Yahya Afandi Abdul Aziz meminta agar saya melengkapi pembicaraan tentang sejarah para nabi & agar tema yg dipilih malam ini mengenai Sayidina Ibrahim as., supaya tema serial yg pernah saya sampaikan itu lengkap.
Kemudian saya berpikir, tema apakah yg akan saya bicarakan, kemudian saya dapati diri saya tertarik utk berbicara tentang tema pertama, “Taubat”.2
Ikhwan sekalian…
Sungguh menakjubkan. Sebelum berbicara kepada Anda semua, pembicaraan ini terlebih dahulu saya tujukan kepada diri saya sendiri. Ini bukan sekedar masalah pembahasan kitab / pentransferan ilmu, tetapi masalah hati yg saling terpaut & bersatu.
Barangkali di antara kita ada yg berhati waspada kemudian berhubungan dg hati yg lalai & mempengaruhinya sehingga ikut waspada. Barangkali di antara kita ada seorang yg maqbul, lantas kita menjalin hubungan dengannya sehingga ia limpahkan kepada kita sebagian kabar gembira tentang kedatangan rahmat yg dilimpahkan Allah kepadanya.
Ikhwan sekalian.
Saya telah banyak berbicara mengenai hal-hal yg tampaknya jauh melenceng dari tema pembicaraan kita sekarang, tetapi saya menganggapnya sangat dekat. Demi Allah, andaikata kita semua bisa melaksanakan taubat dg sebaik-baiknya, niscaya kita akan mempunyai salah satu senjata yg paling tajam. Itulah yg saya katakan bahwa “orang-orang melihatnya jauh, tetapi saya melihatnya dekat”, karena kekuatan ada dua macam: kekuatan khalik & kekuatan makhluk. Jika kekuatan makhluk tdk kita miliki, maka kita bertumpu kepada kekuatan Al-Khalik. Jika kita tdk mampu membela diri kita sebagaimana yg bisa dilakukan oleh penduduk bumi yg lain, maka hendaklah kita memohon pertolongan kepada Allah, sang Khalik.
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yg telah beriman. Sesungguhnya Allah tdk menyukai tiap-tiap orang yg berkhianat lagi mengingkari nikmat.”2 (Al-Hajj: 38)
Jika kita gagal menyempurnakan kekuatan materi, tiada yg harus kita lakukan selain menyempurnakan kekuatan spiritual. Karena itu, Ikhwan sekalian, izinkan saya berbicara kepada Anda mengenai taubat. Semoga dalam pertemuan ini kita bisa menghadapkan hati & bertaqarub kepada Allah dg sebaik-baiknya, sehingga rahmat & ketenangan dari Allah akan turun kepada kita.
“Dialah yg mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung- kampung mereka pd saat pengusiran kali yg pertama. Kalian tiada menyangka bahwa mereka akan keluar & mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yg tdk mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumahrumah mereka dg tangan mereka sendiri & tangan orang-orang yg beriman. Maka ambillah (kejadian itu) utk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yg mempunyai pandangan.”2(AI-Hasyr: 2)
“Jika kalian tdk menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita.’ Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) & membantunya dg tentara yg kalian tdk melihatnya, & Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yg rendah. Dan kalimat Allah itulah yg tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”2 (At-Taubah: 40)
Perhatikan, wahai Akhi, firman Allah swt. ketika menceritakan kisah Nabi-Nya saw.
“Di waktu dia berkata kepada temannya, Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita.’”2
Ketika pertolongan dari Allah datang, maka tdk ada satu kekuatan pun bisa mengalahkannya. Kemudian Allah memberikan kasih sayang & rahmat-Nya. Betapa perlunya kita bertaubat, dg taubat nasuha2 (taubat yg sebenar-benarnya), semoga Allah meliputi kita dg perhatian & rahmat-Nya.
Ikhwan sekalian, jika kita berbicara tentang taubat, maka seakan-akan kita berbicara tentang sesuatu yg menjadi tujuan kita. Manusia itu dipengaruhi oleh dua kekuatan: kekuatan ruhani & kekuatan materi.
Anda, wahai Akhi, adalah makhluk spiritual dg ruh yg Anda miliki, tetapi juga makhluk materi dg badan yg membungkus Anda. Karena itu, Anda bisa dipengaruhi oleh kebaikan berkat komponen spiritual Anda, sekaligus bisa dipengaruhi oleh keburukan lantaran komponen material Anda. Anda makhluk spiritual dg rahasia firman Allah,
“Dan telah Kutiupkan padanya ruh-Ku.”2 (Shad: 72)
Pada saat yg sama Anda juga makhluk materi dg rahasia firman Allah,
“Dan Engkau ciptakan dia dari tanah.”2 (Al-A’raf: 12)
Ini adalah penciptaan Anda pertama kali. Masing-masing dari keduanya mempunyai tuntutan, keinginan, permulaan, & akhir yg berbeda dari yg lain, sedangkan Anda maju mundur di antara keduanya. Sekarang Anda pahami firman Allah berikut:
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”2 (Al-Balad: 10)
Anda berada di pertengahan. Ruh menarik Anda ke alamnya yg tinggi, sedangkan materi menarik Anda ke alamnya (tanah) yg rendah.
Allah swt. telah mengutus seorang rasul utk menjelaskan kepada Anda apa yg baik & yg buruk bagi Anda. Allah juga menciptakan musuh yg senantiasa siaga, yaitu iblis, yg telah bersumpah utk menjerumuskan Anda kepada keburukan.
“Kemudian saya (iblis) akan mendatangi mereka dari muka & dari belakang mereka, dari kanan & dari kiri mereka. Dan Engkau tdk akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”2 (Al-A’raf: 17)
Jadi, wahai Akhi, Anda dihadapkan kepada dua kekuatan ini. Jika kekuatan spiritual menang, Anda naik ke alam Al-Malaul A ‘la, tetapi jika kekuatan materi —yang berunsur tanah— menang, Anda jatuh hingga ke martabat yg serendah-rendahnya.
“Maka sesungguhnya beruntunglah orang yg menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yg mengotorinya.”2 (Asy-Sjams: 9,10)
Wahai Akhi, taubat adalah timbangan yg menguatkan & tangga utk meningkatkan kebaikan. Orang-orang bijak pernah mengatakan, “Seluruh maqam mempunyai awal & akhir, kecuali taubat. Ia senantiasa menyertai seseorang sejak dari awal hingga akhirnya. Jika Anda terseret oleh kekuatan jahat, boleh jadi Anda mendapatkan ilham utk bertaubat sehingga kembali sebagaimana keadaan sebelumnya, / Anda terdorong utk terus melakukan kemaksiatan & tetap pd kejahatannya, sehingga Anda kalah dalam pertarungan.”
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan derajatnya dg ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia & menurutkan hawa nafsunya yg rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya & jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).”2 (Al-A’raf: 176)
Adapun orang yg terjerumus, jatuh, & cenderung kepada daun timbangan kejahatan, sedangkan tali yg menghubungkannya dg kebaikan hampir terputus, akan tetapi ia menyadari kesalahan & bertaubat, segera berdiri dg penuh rasa takut, tunduk, taubat & penyesalan, maka ia akan pulih kembali kepada posisinya semula, bahkan daya tahannya semakin kuat, sehingga dirinya semakin dekat kepada kebaikan.Itu telah diisyaratkan oleh firman Allah:
“Dan (juga) orang-orang yg apabila mengerjakan perbuatan keji / menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka & siapa lagi yg dapat mengampuni dosa selain dari Allah? Dan mereka tdk meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka & surga yg di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; & itulah sebaik-baik pahala orang-orang yg beramal.”2 (Ali Imran: 135-136)
Jika seseorang tekun bertaubat, terus-menerus mengingat & melaksanakannya, maka sebagai hasilnya akan tumbuh dalam dirinya daya kewaspadaan. Jika setan datang membisiki & menggoda utk mengikutinya, ia segera sadar, tetap pd pendiriannya, & takut kepada perintah Allah.
“Sesungguhnya orang-orang yg bertaqwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.”2 (Al-A’raf: 201)
Jika ia terus memegang teguh taubat, maka setan akan putus harapan terhadapnya, karena tahu bahwa ia telah melindungi diri dg kewaspadaan; diri, perasaan, & ruhnya telah disinari oleh hakikat pengetahuan yg benar, selain juga ketaatan. Ketika itulah ia berada dalam lindungan Allah.
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tdk ada kekuasaan bagi kalian terhadap mereka.”2 (Al-Hijr. 42)
Wahai Akhi, ini semua tdk terjadi karena ia senantiasa membawa semangat bertaubat. Karena itulah, wahyu berikut diturunkan:
“Apabila telah datang pertolongan Allah & kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dg berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dg memuji Tuhanmu & mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat.”2 (An-Nashr: 1-3)
Ketika shalat, dalam ruku’ & sujud beliau membaca:
“Mahasuci Allah, & dg memuji-Mu maka ampunilah aku.”2
Wahai Akhi, Anda mendapati anjuran utk bertaubat. Cukuplah bila Anda mengetahui bahwa ia merupakan sebab yg mendatangkan kecintaan Allah.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yg bertaubat & orang-orang yg menyucikan diri.”2 (Al-Baqarah: 222)
Di antara sentuhan makna halus yg terkandung dalam taubat, Ikhwan yg mulia, adalah bahwa ketika bertaubat, Anda memuji Allah.
Taubat adalah karunia Allah kepada Anda, bukan karunia Anda kepada Allah. Tetapi Allah swt. adalah Dzat yg telah memberikan taufiq & ilham kepada Anda utk melaksanakan taubat, sebagaimana Dia telah mengilhamkan hal itu kepada moyang Anda:
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”2 (Al-Baqarah: 37)
Semula Adam tdk mengetahui bagaimana cara bertaubat, lantas Allah mengajarinya. Itulah teladan yg dibuat oleh Allah utk Anda.
“Kemudian Tuhannya memilihnya, maka Dia menerima taubatnya.”2 (Thaha: 1 2 2 )
Jika Allah tdk menghendaki Anda bertaubat, niscaya Dia tdk memberikan ilham kepada Anda utk bertaubat.
Jika Anda kembali kepada Allah dg bertaubat, maka itu merupakan petunjuk bahwa Dia mencintai Anda.
“Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.”2 (At-Taubah: 1 1 8 )
Dalam doa sayyidul istighfar, Rasulullah saw. berdoa:
‘Ya Allah, Engkaulah Tuhanku. Tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Engkau telah menciptakan diriku, sedangkan aku adalah hamba-Mu & aku berada di atas perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada- Mu dari kejahatan perbuatanku. Aku mengakui nikmat yg Engkau limpahkan kepadaku & mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku, karena tdk ada yg mengampuni dosa kecuali Engkau.”2
Nabi saw. pernah bersabda:
“Barangsiapa mengucapkannya pd sore hari dg penuh keyakinan, kemudian pd malam harinya meninggal dunia, niscaya ia masuk surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pd pagi hari dg penuh keyakinan, kemudian pd siang itu ia meninggal dunia, maka ia masuk surga.”2
Pertama kali yg Anda katakan kepada Tuhan Anda dalam istighfar ini adalah, ‘Ya Allah, Engkaulah Tuhanku.” Anda bertawasul kepada Allah dg pendidikan-Nya terhadap Anda, perjanjian-Nya terhadap Anda, kemudian dg keesaan-Nya dalam tauhid.
Setelah itu Anda menyatakan bahwa segala nikmat berasal dari-Nya. Lantas Anda mengatakan, “Engkau telah menciptaku,” berarti Anda mengakui sifat kehambaan bagi diri Anda: “Sedangkan aku adalah hamba-Mu,” berarti Anda mengakui perjanjian antara Anda dengan-Nya; “Dan aku berada di atas perjanjian-Mu,” yakni mengakui janji yg dijanjikan-Nya, ketika Ia mengambil perjanjian darimu: “dan janji-Mu, sebatas kemampuanku. “Kemudian mengakui nikmat yg diberikannya kepada Anda, “Aku mengakui nikmat yg Engkau limpahkan kepadaku,” karena sesungguhnya Allah swt. adalah sumber segala nikmat & yg memberikan taubat. Kemudian Anda mengakui dosa, “Dan aku mengakui dosadosaku”.
Ternyata Anda adalah seorang pelaku dosa yg suka memohon ampunan, “Maka ampunilah aku, karena tdk ada yg mengampuni dosa kecuali Engkau.” Seraya mengatakan, “Ya Allah, tdk ada alasan yg bisa aku kemukakan, tdk ada kekuatan yg bisa kumintai pertolongan; jika Engkau mengampuni, itu merupakan kemurahan, & jika Engkau menyiksa, itu pun merupakan keadilan.”
Ikhwan sekalian…
Apakah Anda semua ingin agar kita bisa berhubungan dg Allah, sehingga kita memperbarui taubat?
“Mudah-mudahan Tuhan kalian akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian & memasukkan kalian ke dalam surga yg mengalir di bawahnya sungai-sungai.”2 (At-Tahrim: 8)
Semoga shalawat & salam dilimpahkan kepada Sayidina Muhammad, juga kepada segenap keluarga & sahabatnya.

Sumber: al-ikhwan.net