Maulid
Nabi Muhammad
Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud
saja (bahasa Arab: مولد النبي, mawlid an-nabī), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW,
yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang
berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara
subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada
Nabi Muhammad.
Perayaan Maulid
Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang
gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi
(1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan
Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi
Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang
sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa
dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya.
Masyarakat muslim
di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan
keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair
Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan
juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten. Kalau di Lombok NTB, peringan maulid
diadakan secara besar-besaran, dengan berbagai kegiatan keislaman dan yang paling
sering dilaksanakan adalah acara berbagi makanan (saatnya perbaikan gizi)red,
saling mengundang sanak saudara dan mempererat silaturrahim.
Sebagian masyarakat muslim Sunni
dan Syiah di dunia merayakan Maulid Nabi. Muslim Sunni
merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal sedangkan muslim Syiah merayakannya
pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah
yang keenam, yaitu Imam Ja'far ash-Shadiq.
Maulid dirayakan pada banyak negara dengan
penduduk mayoritas Muslim di dunia, serta di negara-negara lain di mana
masyarakat Muslim banyak membentuk komunitas, contohnya antara lain di India,
Britania, Rusia dan Kanada.
Arab Saudi adalah satu-satunya negara dengan penduduk
mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi
Partisipasi dalam ritual perayaan hari besar Islam ini umumnya dipandang
sebagai ekspresi dari rasa keimanan dan kebangkitan keberagamaan bagi para
penganutnya.
Terdapat
beberapa kaum ulama yang berpaham Salafi
dan Wahhabi yang tidak
merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah bid'ah, yaitu kegiatan yang bukan merupakan ajaran Nabi
Muhammad SAW. Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru
dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatannya. Namun demikian,
terdapat pula ulama yang berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi bukanlah hal
bid'ah, karena merupakan pengungkapan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW.
Kontroversi
peringatan Maulid Nabi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang sudah kental dan memasyarakat di kalangan kaum
muslim. Bukan cuma di Indonesia, tradisi yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam Hijriah itu, juga marak diperingati oleh umat Islam
berbagai dunia.
Di Indonesia, tradisi ini disahkan oleh negara,
sehingga pada hari tersebut dijadikan sebagai hari besar dan hari libur nasional. Imam As-Suyuthi dalam kitab Husn Al-Maqosid fi Amal Al-Maulid
menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Malik Mudzofah Ibnu Batati, penguasa dari negeri Ibbril yang terkenal
loyal dan berdedikasi tinggi. Mudzorofah pernah menghadiahkan sepuluh ribu dinar
kepada Syekh Abu Al-Khatib Ibnu Dihyah yang telah berhasil menyusun sebuah buku
riwayat hidup dan risalah Rasulullah dengan judul At-Tanwir fi Maulid
Al-Basyir Al-Nazir. Pada masa Abbasiyah, sekitar abad kedua belas masehi,
perayaan maulid Nabi dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan difasilitasi
oleh khalifah dengan mengundang penguasa lokal. Acara itu diisi
dengan puji-pujian dan uraian maulid Nabi, serta dilangsungkan dengan pawai
akbar mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda dan angkatan bersenjata.
Dilihat dari sudut pandang hukum syarak ada dua pendapat yang bertentangan dalam
menangani masalah peringatan maulid Nabi.
Pendapat
pertama, yang menentang, mengatakan bahwa maulid Nabi merupakan bid’ah mazmumah,
menyesatkan. Pendapat pertama membangun argumentasinya melalui pendekatan
normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW itu tidak ditemukan baik secara
tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan juga Al-Hadis. Syekh Tajudiin Al-Iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah yang mewakili pendapat pertama, menyatakan maulid
Nabi adalah bid’ah mazmumah,
menyesatkan. Penolakan ini ditulisnya dalam kitab Al-Murid Al-Kalam Ala’amal
Al-Maulid.
Pendapat kedua,
yang telah menerima dan mendukung tersebut, beralasan bahwa maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah,
inovasi yang baik, dan tidak bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua
diwakili oleh Imam Ibnu Hajar Asqalani
dan Imam As-Suyuthi. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi
adalah bid’ah mahmudah. Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, tetapi
keberadaannya tidak bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-Suyuti, keabsahan
maulid Nabi Muhammad SAW bisa dianalogikan dengan diamnya Rasulullah ketika
mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas
keselamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun.
maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan syukur atas diutusnya Nabi
Muhammad SAW ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat dalam kitab Al-Ni’mah
Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Maulid_Nabi_Muhammad
diedit
seperlunya… by: mas & kompi