Totalitas Berkarya Bersama Dakwah

Majelis Taklim Al-Kahfi

Totalitas Berkarya Bersama Dakwah

Majelis Taklim Al-Kahfi

Totalitas Berkarya Bersama Dakwah

Majelis Taklim Al-Kahfi

Jumat, 17 April 2015

Bergerak atau Tergantikan



Waktu bagaikan udara yang selalu berhembus dan tak ada yang bisa menghentikannya walau sekejap mata. Namun dengan kebodohanku, dan ketidaktahuanku telah ku biarkan waktu itu berlalu dengan hal yang sia-sia. Hingga akhirnya, rasa yang selalu datang pada akhir waktupun ku rasakan, yaitu rasa sesal di hati. Aku berusaha beranjaak dari sesal itu dan  tak ku biarkan rasa itu berada terlalu lama. Kaki ini terus ku langkahkan hingga tanpa ku sadari aku seperti  menemukan diriku yang baru, yang dulu tak pernah ku ketahui. Dan bahkan Aku yang tak pernah berfikir akan menjadi aku yang sekarang. Perubahan-perubahan pun terus ku alami seiring waktu. Dan aku menemukan semua perubahan itu di bangku kuliah dan lebih tepatnya lagi ketika aku mengenal MT AL KAHFI.
Pada awalnya, tak ada hal yang membuatku tertarik, namun karena ajakan dari seorang temanku akhirnya akupun ikut mendaftar di organisasi itu. Dengan kebingunganku ku ikuti semua kegiatan yang dilakukan di organisasi itu dengan seribu pertanyaan yang berada di otakku seperti “ini organisasi apa?, apa yang harus kulakukan diorganisasi ini? dan lain-lain. Ditambah lagi dengan penempatanku sebagi staff usari menambah kebingunganku. Dan pada akhirnya waktu menjawab semua pertanyaanku.
Kini aku tahu apa yang harus ku lakukan. Ternyata ada segudang hal yang dapat kupelajari dalam organisasi ini.   Terus ku ikuti arus itu, berharap akan ada lebih banyak hal yang akan ku pelajari. Hingga pada akhirnya aku diberikan amanah yang cukup besar. Aku menjadi co usari menggantikan co sebelumnya. Walaupun aku menjadi co disetengah kepengurusan dengan proker-proker yang sebagian besarnya sudah terlaksana, namun masih banyak kendala yang ku alami. Pada awalnya, aku bertanya pada diriku, kenapa amanah ini diberikan kepadaku? Aku merasa amanah ini tidak cocok dan terlalu berat buatku.

Tapi ketika ku tahu urgensi amanah itu dan kepercayaan dari co, cokep dan kakak-kakak  yang lain bahwa aku pasti bisa membuatku berani mencoba dan kujalani amanah itu. Amanah yang mulai kupikul diakhir liburanku.  Waktuku pun mulai banyak tersita dibandingkan saat aku menjadi staff dan pukul 6.15 ke kampus itu sudah menjadi hal biasa bagiku. Seperti biasa, jika tak ada masalah dalam hidup maka itu berarti tak ada kehidupan, sama seperti amanahku. Seiring waktu aku mulai merasakan masalah-masalah saat aku menjadi co seperti tak ada staff saat syuro, sebagian proker terhenti dan lain-lain. Kebingunganpun mendatangiku, dan pertanyaan lain muncul diotakku “apakah karena aku menjadi co hingga akhirnya banyak staff yang hilang dan ada proker yang terhentikan?” ataukah karena kurangnya informasi yang kuberikan kepada staff maupun yang lainnya?”. Aku merasa tak ada yang membantuku, apalagi kakak-kakak dan mantan co yang dulu yang terlalu sibuk dengan urusannya, hingga tak pernah kurasakan lagi ukhuwah mereka.
Disinilah titik jenuh yang ku alami. Aku merasa  sendiri meskipun kami bersama. Dan bahkan keinginan untuk menghindarpun terbesit di otakku, tapi karena ada seorang teman yang berkata, “ukhty jangan mau menjadi orang tergantikan”. Pernyataan simple yang membuat aku mulai mengingat bagaimana orang-orang yang dulu digantikan dan disaring oleh waktu. Beranjak dari kebingunganku dan akhirnya waktu menjawabnya lagi.  Kini aku mengerti dan memahami, kalau mereka mungkin mempunyai amanah lain yang lebih besar dari amanahku, dan sesuai dengan pernyataan seorang ustadzah yang mengatakan “ jika tidak ada orang yang dapat kamu contoh maka berusahalah menjadi orang yang dicontoh”. Iya, hanya membutuhkan sedikit waktu hingga akhirnya aku menjadi seperti ini. Hingga tanpa disadari, waktu kepengurusanku tinggal menghitung hari saja. Lalu apa yang akan aku tinggalkan dikepengurusanku? Iya, pertanyaan singkat diotakku. Namun ku biarkan pertanyaan itu berada diotakku untuk menjadi penyemangat di akhir kepengurusanku, karena aku yakin, apapun yang akan aku tinggalkan, itulah yang terbaik. Satu kata yang ingin kulakukan yaitu totalitas. Totalitas hingga terbentuk kader yang berkualitas.
Sungguh kertertarikanku pada organisasi ini semakin besar meski rasa itu muncul ketika aku sudah berada didalamnya. Aku menemuhkan kehangatan, kebersamaan dan cinta dalam dekapan ukhuwahnya. Aku tak mau berpaling dari sini. Aku tak mau menjadi orang yang tergantikan dan aku tak mau menjadi orang yang disaring oleh waktu. Meski waktu dan teman-temanku mencoba menarik ragaku untuk berpaling tapi jiwaku akan tetap kuusahakan disini. Tetap bersama orang-orang yang selalu berada dijalan-Nya. Dan kubiarkan  waktu merentangkan sayapnya, memilih orang-orang yang mempunyai keinginan untuk bertahan, namun tak akan kubiarkan orang-orang yang berada disekitarku menjadi sala satunya. Mudah-mudahan Allah tetap memberikan keistiqomahan itu padaku dan orang-orang di organisasiku walau kami akan berpisah nantinya hingga akhir waktu. AllahuAkbar.

Oleh: Ukhty Muliana



Senin, 13 April 2015

RUMAHKU

            Tak semegah istana negara, tak seindah mahligai sang raja. Hanya beratapkan rumbia, berlantaikan tanah dan berdindingkan anyaman bambu. Jikalau hujan datang, aku kebasahan karena dedaunan rumbia yang mulai rapuh. Jikalau angin berhembus, aku kedinginan karena sulaman bambu dinding rumahku sedikit demi sedikit mulai patah. Meskipun begitu aku tetap bertahan untuk tinggal di situ. Setidaknya itu adalah rumahku. Rumah yang aku bangun oleh jerih payahku sendiri. Bukan dari hasil rampasan hak orang lain.
            Namun kini apa hendak dikata. Ketika datang orang-orang berseragam hitam bersama eskavator itu, rumahku kini telah menjadi puing-puing yang menyatu dengan tanah. Ingin aku menangis, namun apa yang hendak ditangisi? Bukankah Laut, tanah dan udara adalah milik mereka? Aku tahu diri. Aku bukanlah penguasa namun dikuasa. Setiap kata yang terlontar dari mulutku tidak akan di dengar. Siapalah aku?
Hanya orang kecil yang tidak ada pengaruhnya untuk bangsa ini.
            Kini rumahku hanya beratapkan langit, beralaskan tanah. Terkadang aku berada di trotoar dengan sepasang bajuku yang mulai kusam. Kadang pula, untuk berlindung dari hujan aku tidur di emperan toko hingga pemilik toko bangun lalu mengusirku. Inilah aku.. Seorang rakyat yang terlontang-lanting di jalanan mencari setitik haknya yang mungkin masih tersisa. Meskipun aku tak punya hak untuk tinggal di rumahku yang telah dihancurkan olehmu namun setidaknya aku masih mempunyai hak untuk dilindungi sebagai rakyatmu.
            Duduk bergoyang-goyang di atas singgasana membuat engkau lupa akan segalanya. Engkau lupa akan mana yang Hak dan mana yang Wajib. Termasuk janji-janji yang pernah terucap di bibirmu dahulu yang meyakinkanku untuk memilihmu menjadi pemimpinku.

Apakah gemerlapnya hiasan istana telah menyilaukan matamu sehingga tak dapat lagi kau melihat betapa banyak orang yang bernasib sama denganku? Ataukah tingginya tahta telah mengeraskan hatimu, menutupi nuranimu sehingga tak sedikitpun terpikir olehmu bagaimana jika engkau berada di posisiku?
            Aku tak berharap banyak darimu. Hanya sedikit hakku yang telah kau ranggut dari diriku. Aku ingin engkau menjaga kepercayaanku pada dirimu. Jangan engkau mengambil hakku lagi. Sudah terlalu banyak orang yang menderita karena ketidakamanahanmu. Aku tak mau lagi mendengar janji manis yang berselimutkan kebohangan di balik tutur ramahmu.
            Mengapa engkau bertindak tanpa memberi solusi? Mengapa engkau berkata jarang ada yang pasti?
            Aku hanyalah satu dari sekian banyak orang yang terampas haknya olehmu. Hanyalah satu dari sekian banyak orang yang mengharapkan rumah tempat mereka berlindung.
            Untukmu yang memimpinku… Kembalilah pada tuhanmu. Tahukah kamu suatu ketika semua ini akan engkau pertanggungjawabkan. Termasuk diriku yang terluka oleh kepemimpinanmu. Ini hanyalah sebuah curahan hati dari orang yang terrampas haknya. Yang tak lagi mempunyai rumah tempat ia berlindung. Untukmu pemimpinku… Aku tak ingin engkau jadikan, namun jadilah rumah tempat aku berlindung dan mengadu apa yang hendak aku adu. Tempat untuk ku curahkan resah dan gundahku serta sakit hatiku.

By: kk Zulia (Cokep MT-Al Kahfi 2013)