SYUBHAT NATAL
http://www.suara-islam.com/read6155-SYUBHAT-NATAL.html
Habib
Muhammad Rizieq Syihab, Lc., MA
(Ketua Umum Front Pembela
Islam)
Pada
tanggal 1 Jumadil Ula 1401 H / 7 Maret 1981 M, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
mengeluarkan Fatwa tentang Natal Bersama yang intinya bahwa mengikuti Natal
Bersama bagi umat Islam hukumnya HARAM, dengan hujjah antara lain : Surat
Al-Kaafiruun 1 - 6, Surat Al-Baqarah : 42, Hadits Nu'man ibnu Ba'syir tentang
Syubhat, dan Kaidah Ushul "Dar'ul Mafaasid Muqaddamun 'alaa Jalbil
Mashaalih" (Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil mashlahat).
Ketika
itu, Rezim yang berkuasa tidak suka terhadap Fatwa MUI tentang Natal Bersama,
karena dianggap anti toleransi dan bertentangan dengan semangat pluralisme.
Lalu MUI dipaksa untuk mencabut Fatwanya, tapi almarhum Buya Hamka selaku
Pimpinan MUI kala itu lebih suka meletakkan jabatannya daripada menarik kembali
Fatwa tersebut, demi untuk menjaga aqidah umat Islam.
Belakangan,
tampil sejumlah "Tokoh Islam" yang menggulirkan "Fatwa"
bahwa Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya BOLEH, dengan menyampaikan
sejumlah argumentasi yang tidak lepas dari MANIPULASI HUJJAH dan KORUPSI DALIL.
Fatwa Kontroversial mereka tersebut sangat digandrungi oleh KAUM SEPILIS
(Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme), bahkan dijadikan Rujukan Utama
hingga kini. Fatwa Aneh tersebut telah menebar SYUBHAT yang melahirkan FITNAH
di tengah umat Islam.
Syubhat
Natal adalah pemutar-balikkan ayat mau pun hadits untuk menyamarkan hukum Natal
yang sebenarnya sudah jelas keharamannya, sehingga Natal Haram diupayakan
menjadi Natal Halal, sekurangnya menjadi Natal Syubhat. Berikut beberapa
Syubhat Natal dan jawabannya :
1. SYUBHAT PERTAMA :
Dalam
Al-Qur'an cukup banyak ayat yang bercerita tentang Nabi 'Isa as sekaligus
menjadi hujjah bahwa umat Islam wajib mencintai, menghormati dan mengimani
beliau sebagai salah seorang Rasul. Bahkan dalam Surat Maryam : 33, Allah swt
menceritakan ucapan Nabi 'Isa as yang berbunyi : "Wassalaamu 'alayya yauma
wulidtu wa yauma amuutu wa yauma ub'atsu hayyan" (Keselamatan atasku di
hari aku dilahirkan dan hari aku mati serta hari aku dibangkitkan dalam keadaan
hidup). Dengan dasar itu semua, maka merayakan dan saling mengucapkan selamat
atas kelahiran Nabi 'Isa as menjadi sejalan dengan semangat Al-Qur'an,
sekaligus menjadi bukti cinta, hormat dan iman kita kepada Nabi 'Isa as.
JAWABAN
:
Iman
kepada Para Rasul merupakan salah satu Rukun Iman. Dan Nabi 'Isa as merupakan
salah satu Rasul yang wajib diimani. Mengekspresikan cinta dan hormat serta
iman kepada Nabi 'Isa as yang paling utama adalah dalam bentuk memposisikan
beliau sebagai Hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta menolak segala bentuk
PENUHANAN terhadap dirinya. Jadi, pengekspresian tersebut tidak mesti dengan
memperingati Hari Lahirnya.
Andaikata
pun kita ingin merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as dengan dasar ayat 33 Surat
Maryam, maka kita akan kesulitan menentukan tanggalnya, karena tidak ada satu
pun ayat Al-Qur'an atau Hadits Nabi saw atau Atsar dari Shahabat, Tabi'in mau
pun Tabi'it Tabi'in, yang menginformasikan tentang tanggal kelahiran Nabi 'Isa
as.
2. SYUBHAT KEDUA :
Dalam
Hadits Muttafaqun 'Alaihi yang bersumber dari Sayyiduna 'Abdullah ibnu
Sayyidina 'Abbas ra diceritakan bahwa Rasulullah saw pernah menerima informasi
dari Yahudi tentang Kemenangan Nabi Musa as di Hari 'Asyura (10 Muharram), lalu
Nabi saw dan para Shahabatnya merayakan Kemenangan Musa as di hari itu dengan
berpuasa. Jika Nabi saw menerima INFO YAHUDI tentang tanggal bersejarah 10
Muharram sebagai Hari Kemenangan Nabi Musa as lalu merayakannya, maka tidak
mengapa kita menerima INFO NASHRANI tentang tanggal bersejarah 25 Desember
sebagai Hari Kelahiran Nabi 'Isa as dan merayakannya pula.
JAWABAN
:
Dalam
Hadits Muttafaqun 'Alaihi yang lain bersumber dari Sayyidatuna 'Aisyah ra menerangkan
bahwa Puasa 'Asyura sudah dilakukan masyarakat Quraisy sejak zaman Jahiliyyah,
dan di zaman permulaan Islam menjadi Puasa Wajib hingga diwajibkan Puasa
Ramadhan di tahun kedua Hijriyyah.
Jadi,
Puasa Nabi saw di Hari 'Asyura bukan meniru-niru perbuatan Yahudi. Apalagi
dalam sebuah Hadits Shahih disebutkan tentang niat dan anjuran Nabi saw buat
umatnya agar juga Puasa Tasu'a (9 Muharram) untuk membedakan Puasa Umat Islam
dengan Puasa Yahudi di hari 'Asyura.. Dengan demikian menjadi jelas bahwa tuntunan
Nabi saw adalah tidak meniru-niru perbuatan kaum kafirin, apalagi dalam sebuah
Hadits lainnya beliau saw menegaskan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia
termasuk bagian darinya.
Memang,
sikap Nabi saw yang diartikan sebagai bentuk perayaan terhadap Hari Kemenangan
Nabi Musa as bisa dijadikan dalil pembenaran syar'i bagi perayaan Hari
Bersejarah seorang Nabi atau Rasul, termasuk Hari Lahir Nabi 'Isa as. Namun itu
tidak boleh dijadikan dalil pembenaran syar'i bagi tanggal 25 Desember sebagai
Hari Kelahiran Nabi 'Isa as. Apalagi dijadikan dalil buat meniru-niru Nashrani
dalam merayakan Natal.
Penerimaan
Nabi saw terhadap INFO YAHUDI tentang tanggal 10 Muharram sebagai Hari
Kemenangan Nabi Musa as menjadi PEMBENARAN SYAR'I bagi info tersebut, karena
Sunnah Nabi saw adalah sumber hukum Islam yang autentik setelah Al-Qur'an.
Artinya, info itu menjadi benar bukan karena datangnya dari Yahudi, tapi karena
DIBENARKAN oleh Nabi saw. Sedang INFO NASHRANI tentang tanggal 25 Desember
sebagai Hari Lahir Nabi 'Isa as tidak memiliki PEMBENARAN SYAR'I sama sekali,
sehingga tidak bisa dibenarkan.
3.
SYUBHAT KETIGA :
Ada
Hadits Rasulullah saw yang membolehkan umat Islam menyampaikan berita yang
berasal dari Ahlul Kitab. Karenanya, jika Nashrani di seantero dunia sudah
sepakat merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa pada tanggal 25 Desember, maka itu bisa
menjadi bagian berita Ahlul Kitab yang boleh kita terima.
JAWABAN
:
Memang,
ada Hadits tentang kebolehan menyampaikan berita Ahlul Kitab, tapi ada Hadits
juga yang mengarahkan umat Islam agar tidak mempercayai (membenarkan) dan tidak
pula mendustakan (menyalahkan) berita Ahlul Kitab. Maksud berita Ahlul Kitab
adalah segala info yang datang dari Kitab-kitab suci atau Doktrin Asli ajaran
agama Yahudi dan Nashrani. Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengklasifikasikan berita
Ahlul Kitab menjadi tiga katagori, yaitu :
a. Info
yang dibenarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah maka wajib diterima,
b. Info
yang ditentang Al-Qur'an dan As-Sunnah maka wajib ditolak.
c. Info
yang tidak dibenarkan dan tidak pula ditentang Al-Qur-an dan As-Sunnah maka
wajib tawaqquf, yaitu tidak menerima dan tidak juga menolak.
Lalu, berita Hari Lahir
Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember masuk katagori berita Ahlul Kitab yang
mana ? Atau bahkan tidak termasuk katagori yang mana pun ?
Dalam menjawab pertanyaan
tersebut, harus dilihat terlebih dahulu tentang Hari Lahir Nabi 'Isa as dalam
Bibel. Berikut DATA BIBEL tentang Kelahiran Nabi 'Isa as :
A.
Lukas 2 : 4 – 7
Ayat-ayat
ini menginformasikan bahwa Sayyidatuna Maryam as saat hamil tua bermusafir ke
Yerusalem, setibanya disana ia tidak mendapatkan penginapan karena semuanya
sudah penuh terisi, sehingga ia melahirkan di palungan (tempat jerami). Lalu
dalam Lukas 2 : 41 ada keterangan bahwa setiap tahun Orang tua Nabi 'Isa as
datang mengunjungi Yerusalem di Hari Raya Paskah yaitu Hari Raya Bani Israil
yang jatuh pada awal musim gugur. Itulah sebabnya, walau hamil tua Sayyidatuna
Maryam as tetap musafir karena pentingnya Hari Raya tersebut, dan itu pula
sebabnya semua penginapan penuh karena di Hari Raya tersebut semua Bani Israil
mendatangi Yerusalem. Artinya, menurut DATA BIBEL bahwa Nabi 'Isa as lahir di
awal musim gugur, dan itu tentu bukan bulan Desember melainkan awal Sepetember.
B.
Lukas 2 : 8 – 11
Ayat-ayat
ini menginformasikan bahwa di malam kelahiran Nabi 'Isa as, di sekitar
Yerusalem para gembala sedang menjaga kawanan ternaknya di padang terbuka. Dan
dalam Ezra 10 : 9 - 13 serta Kidung Agung (Nyanyian Solomon) 2 : 9 - 11, ada
keterangan bahwa di musim hujan / dingin semua ternak disimpan dalam kandang
dan semua manusia berada di rumah, tidak keluar tanpa keperluan yang mendesak,
karena mereka tidak sanggup menahan dingin di luar rumah. Dengan demikian, DATA
BIBEL ini pun menunjukkan bahwa saat Nabi 'Isa as dilahirkan bukan musim hujan
/ dingin, karena manusia dan ternak masih sanggup di padang terbuka pada malam
hari. Artinya, Nabi 'Isa as tidak dilahirkan bulan Desember, karena Desember di
Yerusalem musim hujan dan hawa sangat dingin, sehingga tidak mungkin ada rombongan
gembala pada malam hari menjaga kawanan ternak di padang terbuka.
C.
I Tawarikh (Chronicle) 24 : 10 dan Lukas 1 : 5 – 38
Ayat-ayat
ini menginformasikan bahwa Nabi Zakaria as dan rombongannya dalam kelompok Abia
mendapat tugas menjaga Rumah Tuhan pada giliran ke delapan, dan itu menurut
Kalender Hebrew jatuh pada tanggal 27 Iyar - 5 Sivan, atau bertepatan dengan
tanggal 1 - 8 Juni (Awal Juni). Lalu ketika tugas itulah Nabi Zakaria as
mendapat wahyu tentang kehamilan istrinya yang kelak akan melahirkan Nabi Yahya
as. Artinya, 9 bulan setelah tugas itu menurut masa kehamilan normal maka Nabi
Yahya as dilahirkan, yaitu awal Maret. Kemudian diinformasikan bahwa usia Nabi
'Isa as 6 bulan lebih muda daripada Nabi Yahya as. Artinya, jika Nabi Yahya as
dilahirkan awal Maret maka Nabi 'Isa as dilahirkan 6 bulan sesudahnya, yaitu
Awal September.
Dengan demikian DATA BIBEL
di atas juga menginformasikan bahwa Nabi 'Isa as tidak dilahirkan bulan
Desember.
Seorang Pastur dari Gereja
Wolrdwide Church of God di Amerika Serikat, Herbert W. Armstrong (1892-1986),
dalam bukunya yang berjudul The Plain Truth About Christmas menyatakan bahwa
Nabi 'Isa as tidak dilahirkan bulan Desember, dan Perayaan Hari Raya Natal
bukan ajaran asli gereja, melainkan bersumber dari ajaran paganisme (penyembah
berhala) yang sejak lama, jauh sebelum kelahiran Nabi 'Isa as, telah merayakan
Hari Kelahiran Dewa Mithra sebagai Dewa Matahari mereka pada tanggal 25
Desember.
Pendapat Pastur Herbert
tersebut sejalan dengan keterangan dalam Encyclopedia Britannica dan
Encyclopedia Americana. Kedua Literatur tersebut mendefinisikan Natal sama
seperti pernyataan Pastur Herbert di atas.
Pada tahun 1993, seorang
Astronom Inggris, David Hughes dari Universitas Sheffield, dalam sebuah
wawancara dengan Britain's Press Association (BPA), yang dikutip oleh Kantor
Berita Reuter, menyatakan bahwa Nabi 'Isa as diduga kuat lahir pada tanggal 15
September 7 tahun sebelum Masehi, karena pada tanggal tersebut terjadi siklus
pertemuan 840 tahunan sekali antara planet Yupiter dan Saturnus, yang dari
permukaan Bumi terlihat bagai Bintang Terang yang langka. Menurutnya, itulah
Bintang Terang yang terlihat di malam kelahiran Nabi 'Isa as sebagaimana
diinfokan Bibel dalam Matius 2 : 1 -12.
Selain itu, tercatat dalam
beberapa literatur sejarah Nashrani, bahwa tiga abad pertama Masehi tidak ada
umat Nashrani yang merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as. Dan awal abad keempat
Masehi, perayaan tersebut mulai muncul di tengah umat Nashrani, tapi pada
tanggal yang berbeda-beda, seperti 6 Januari, 28 Maret, 18 April dan 28 Juni.
Baru pada tahun 354 M, Paus Liberius di Roma memutuskan tanggal 25 Desember
sebagai Hari Lahir Nabi 'Isa as. Keputusan itu diikuti oleh Gereja Roma di
Konstantinopel pada tahun 375 M dan di Antakia pada tahun 387 M. Selanjutnya
menyebar ke seluruh dunia hingga saat ini.
Kesimpulannya, Data Bibel
dan Data Astronomi serta Literatur Kristiani lainnya menolak kemungkinan
Kelahiran Nabi 'Isa as pada bulan Desember, sehingga INFO NASHRANI tentang
kelahiran Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember adalah info yang tidak termasuk
dalam katagori berita Ahlul Kitab, karena Bibel sendiri menolak. Info tersebut
adalah INFO FIKTIF yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara Syar'I mau pun
secara ilmiah akademis.
4.
SYUBHAT KEEMPAT :
Pada
prinsipnya, umat Islam boleh KAPAN SAJA merayakan Hari Kelahiran seorang Nabi
atau Rasul, termasuk Hari Lahir Nabi 'Isa as, untuk memuliakan mereka para
Utusan Allah SWT. Maka, tidak ada masalah memperingati Hari Lahir Nabi 'Isa as
pada tanggal 25 Desember atau tanggal lainnya, walau pun tanggal Lahir Nabi
'Isa as masih diperdebatkan kalangan Kristiani sendiri.
Hanya
saja, peringatan Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember lebih tepat
untuk membangun toleransi antar umat beragama dalam rangka menyuburkan
keharmonisan hubungan Islam - Nashrani.
JAWABAN
:
Justru,
merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as bersamaan dengan umat Nashrani pada tanggal
25 Desember menjadi MAZHONNATUL FITAN (sumber fitnah) yang sangat berbahaya,
antara lain :
a. Justifikasi
kebohongan umat Nashrani dalam penetapan tanggal Hari Lahir Nabi 'Isa as.
b. Justifikasi
kesesatan keyakinan umat Nashrani yang merayakan Natal sebagai Hari Lahir Nabi
'Isa as sebagai ANAK TUHAN.
c. Membuat
BID'AH DHOLALAH karena merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as dengan dasar INFO FIKTIF
NASHRANI.
d. Pencampur-adukkan
aqidah haq dengan bathil.
e. Menjerumuskan
kalangan awam dari umat Islam yang kebanyakan lemah iman.
f. Pelecehan
terhadap kemuliaan Nabi 'Isa as, karena Hari Lahirnya dirayakan dengan Data
Dusta, ditambah lagi dibarengi dengan umat Nashrani yang merayakannya sebagai
Hari Lahir Anak Tuhan.
Dengan
demikian, merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember bukan
bentuk toleransi antar umat beragama, tapi bentuk pencampu-adukkan aqidah yang
sangat dilarang dalam Islam. Dan itu tidak akan menyuburkan keharmonisan
hubungan antar Islam - Nashrani, tapi akan menyuburkan PENDANGKALAN AQIDAH yang
bisa mengantarkan kepada pemurtadan.
Sikap
umat Islam yang tidak mengganggu umat Nashrani dalam merayakan Natal, dan ikut
menjaga kondusivitas suasana dalam masa Natal dan Tahun Baru, serta memberi
kesempatan kepada mereka merayakannya secara semarak di berbagai tempat, mulai
dari Gereja, Pabrik, Kantor hingga Istora Senayan, sebenarnya sudah LEBIH DARI
CUKUP sebagai bentuk toleransi mayoritas Muslim kepada minoritas Nashrani di
negeri Indonesia tercinta ini.
5. SYUBHAT KELIMA :
Andai
pun umat Islam tidak merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as bersama umat Kristiani
pada tanggal 25 Desember, karena khawatir terganggunya aqidah. tapi setidaknya
tidak mengapa sekedar mengucapkan SELAMAT NATAL kepada mereka untuk
penghormatan dan maslahat pergaulan. Apalagi bagi Tokoh Islam yang jelas sudah
mantap aqidahnya dan diperlukan pemantapan hubungan pergaulan Lintas Agamanya,
sehingga kekhawatiran semacam itu tidak perlu ada sekaligus tidak lagi
menghalangi Tokoh Islam dalam meningkatkan Dakwah Lintas Agama.
JAWABAN :
Natal
secara Estimologi adalah Hari Lahir. Dan secara Terminologi adalah Hari Lahir
Yesus Kristus sebagai Anak Tuhan, sebagaimana ditulis oleh berbagai
Ensiklopedi. Dan sebutan HARI NATAL hanya digunakan dalam makna Terminologi.
Artinya, jika seseorang mengucapkan SELAMAT NATAL maka sesuai makna
Terminologinya berarti mengucapkan "Selamat Hari Lahir Yesus Kristus
sebagai Anak Tuhan". Dan itu jelas haram bagi umat Islam.
Jika seorang Muslim
terlanjur mendapat ucapan Selamat Natal dari siapa pun, maka mesti dijawab
dengan Surat AL-IKHLASH yang berintikan Keesaan Allah SWT yang tidak beranak
dan tidak diperanakkan.
Syariat Islam buat semua
lapisan umatnya, Ulama dan Awam, Pejabat dan Rakyat, Kaya dan Miskin.
Karenanya, apa pun yang menjadi MAZHONNATUL FITAN diharamkan, baik bagi yang
imannya kuat, apalagi yang imannya lemah. Lebih-Iebih jika Mazhonnatul Fitannya
menyangkut aqidah sebagaimana telah diuraikan tadi.
Bukankah memandang wanita
yang tidak halal, apalagi berjabat-tangan dengannya, diharamkan bagi laki-laki,
termasuk Rasulullah saw sekali pun, karena hal itu merupakan Mazhonnatul Fitan
yang bisa menggerakkan syahwat dan mengundang fitnah. Padahal kita sama tahu
dan yakin bahwa IMAN dan TAQWA Rasulullah saw adalah yang terkuat dan terbaik,
sehingga syahwat beliau saw tidak akan terpancing hanya dengann memandang atau
berjabat-tangan dengan wanita mana pun yang tidak halal baginya, namun sungguh
pun demikian beliau saw tidak mau melakukannya karena Mazhonnatul Fitan yang
wajib dihindarkan.
Karenanya, tidak ada alasan
bagi Tokoh Islam untuk menghalalkan Natal dengan dalih asal aqidah kuat. Bahkan
ketokohan mereka semestinya membuat mereka lebih hati-hati dalam bersikap,
karena mereka adalah teladan yang akan diikuti umat yang kebanyakan
beraqidahkan lemah. Sikap Tokoh Islam yang mengikuti Natal jelas bisa
menjerumuskan umat.